“Tak kiro
mbiyen do nyalon dadi satpol PP dan untuk menjaga
kedaulatan NKRI, ternyata usung-usung barang dagangan sama menghancurkan
warung-warung pinggir jalan milik warga, duh dek-dek kui to sing dadi idamanmu”
Begitulah keluh dari teman-teman lelaki yang belakangan
ini menghiasi layar story whatsapp
ku. Mereka beramai-ramai memperlihatkan video terkait tindakan arogan para satpol
PP yang semprot warung pedagang yang masih berjualan dengan air bahkan sampai
membongkar lapak dan membawa dagangannya.
Penyebab utamanya karena mereka tidak megindahkan kebijakan yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah yakni PPKM.
Memang, semenjak kasus covid-19 melonjak drastis yang terjadi
di wilayah Jawa-Bali, pemerintah sepakat untuk mengeluarkan kebijakan baru
yakni PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Salah satu
aturan yang berlaku dalam PPKM itu
adalah ditutupnya pusat perbelanjaan, mall, dan pusat perdagangan. Sementara
untuk pelaksanaan kegiatan makan dan minum yang dilakukan di tempat umum, baik
di rumah makan, warung sederhana, kafe, pedagang kaki lima, dan lapak jajanan,
dilarang. Semuanya hanya dapat dilakukan dengan delivery atau take away alias tidak menerima makan di
tempat atau di bungkus.
Namun, kenyataannya masih
ada sebagian dari para pelaku usaha yang tetap menerima makan di tempat.
Akhirnya, saat ada razia satpol PP mereka terciduk dan membuat aparat naik
pitam hingga melakukan penyemprotan hingga perusakan properti dan barang
dagangan.
Memang menjadi keharusan dan tugas dari para satpol PP
untuk melakukan razia protokol kesehatan di sejumlah tempat yang berpotensi
kerumunan dan keramaian. Tapi, mbuk yo
tindakannya itu humanis sitik ngunu. Nurani
nya dipakai.
Kita tahu bahwa saat
ini semuanya lelah dalam menghadapi pandemi. Dari semua kalangan, tak
terkecuali. Namun, jika harus melihat para pedagang yang berusaha setiap
harinya mengumpulkan pundi pundi uang untuk melanjutkan kehidupan, kemudian
diperlakukan seperti itu oleh aparat dengan dalih menimbulkan efek jera. Apa
tidak berlebihan? Apa tidak ada jalan lain secara damai yang bisa dilakukan?
Cukuplah mereka mengalami dampak dari jumlah pembeli yang menurun drastis
selama pandemi, persediaan dana yang makin menipis, ini kok malah ditambah
dengan rusaknya alat dan bahan-bahan dagangannya karena tindakan arogansi dari
aparat.
Akhirnya, tindakan arogansi aparat tersebut tersebar di
berbagai lini media massa. Banyak teman-teman yang melontarkan pisuhan dan kalimat kekecewaan. Aparat
yang harusnya menjadi pelindung, pengayom rakyat. Disamping harus menegakkan
keadilan malah bersikap layaknya seperti monster
yang siap meluluh lantakkan para pembangkang yang ada di hadapannya.
Disamping itu ada hal lain yang menjadi
sorotan ku dengan caption yang
diberikan oleh teman-teman laki-laki. Semacam sinisme kepada para aparat berseragam yang sering menjadi dambaan
para kaum hawa.
Tindakan arogansi yang menuai hujan kritik dari berbagai kalangan, salah satunya kaum pria. Bagi mereka yang mungkin pernah tertolak cintanya karena bribikan alias gebetannya pernah menolak cintanya dan memilih lelaki berseragam ketimbang dirinya. Ya, itu hipotesa saya di awal. Jadi, sebelum suudzon ku berlanjut ada baiknya kita telusuri dahulu. Apakah benar demikian? Apakah ada udang di balik batu yang artinya ada hal tersembunyi berupa pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh mereka kepada kaum hawa.
Kenapa Pria Berseragam itu Identik
Idaman Kaum Hawa?
A
Man in Uniform. Itulah sebutan untuk para lelaki yang memiliki
pekerjaan di bidang angkatan bersenjata. Ya, seperti polisi, tentara, serta kawanannya
termasuk satpol PP. Standarnya masyarakat menganggap bahwa lelaki berseragam
itu memiliki pesonanya sendiri, terlihat tegap, tubuh tinggi, gagah, apalagi
jika dibalut dengan seragamnya akan terlihat atraktif di mata
perempuan. Terlebih dengan pendidikannya
yang mengedepankan kedisiplinan, kehormatan, dan kesopanan, pasti
menjadi menantu dan pujangga idaman setiap perempuan.
Tak jarang, bagi laki-laki yang tidak menempuh pendidikan
di jenjang akademi militer akan minder dan mundur jika sang gebetan sedang
didekati oleh mereka yang berseragam. Atau bahkan belum berjuang sudah kalah telak duluan.
Mungkin, banyak dari masyarakat yang memiliki persepsi
bahwa dengan berseragam, otomatis sang
lelaki lebih bernilai di mata perempuan, sehingga dapat dengan mudah
memikat perempuan manapun yang
diinginkan.
Sayangnya ternyata hal itu tidak bisa menjadi generalisasi kepada seluruh perempuan. Terlebih bagi para perempuan aktivis yang memiliki asas memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdiskriminasi. Alih-alih memikat hati perempuan, perlakuan manis dengan tubuh gagah dan tegap itu akibat perlakuan aroagnsi yang ditampilkannya dari pemberitaan malah mendapat kesan cringe dan citra kurang baik kepada masyarakat, khususnya kaum hawa. Ya, boleh saja. Kecuali si perempuan sudah cinta banget dengan sang pujaan hati yang berseragam itu.
Tetaplah Optimis, Mas!!!
Bagi para laki-laki, teman-temanku yang sempat minder
dengan kegagahan yang dimiliki oleh kaum berseragam. Tetapkan optimis. Masih
ada jalan menuju roma. Masih ada cara lain yang bisa di tempuh untuk kau
meminag sang pujaan hati. Jangan mau kalah dengan standarnya masyarakat. Sebab,
tidak semua perempuan itu mengidolakan dan menginginkan pasangannya berseragam
seperti yang kau maksud itu.
Dengan
adanya tindakan arogansi yang dilakukan oleh aparat boleh jadi tameng pembelaan dan perjuangan bagimu.
Ketika suatu saat dihadapkan dengan laki-laki berseragam yang menjadi
sainganmu. Kamu bisa mengatakan “Ini lho dulu lelaki yang melakukan tindakan
arogansi terhadap pedagang kecil, masih saja di bangga-banggakan dan jadi
idaman?”
Bermainlah yang Efisian,
Lakukan Tugas Sebaik-baiknya, dan Sampaikan dengan Santun
Dari kejadian arogansi yang dilakukan oleh aparat.
Hendaknya semua dari kita sama-sama belajar. Untuk tidak saling menyalahkan
ataupun melakukan kerusakan. Aku yakin semua dari kita mengalami kelelahan
akibat pandemi. Aparat lelah dengan kelakuan masyarakat yang bandel dengan kebijakan. Masyarakat pun
tak ada jalan lain karena harus tetap mempertahankan kehidupan dari pundi-pundi
yang dikumpulkan selama berjualan.
Namun, alangkah baiknya sebagai guru yang hidup di
jajaran pemerintah memberikan contoh yang
baik dalam menegur. Seperti pesan Wali Kota Semarang, Bapak Hendra Prihadi kepada
para seluruh jajaran aparat yang bertindak tidak sesuai perintah.
“Bermainlah
yang Efisian, Lakukan Tugas Sebaik-baiknya, dan Sampaikan dengan Santun.”
Dengan begitu takkan ada timbul hal-hal yang bersifat
kontradiktif di tengah pandemi yang semakin ganas ini. Sekian dan Terima Kasih.
Komentar
Posting Komentar